Rabu, 23 Juli 2014

BERHARI RAYA BERSAMA NABI -shollallohu alaihi wasallam- BY MUSYAFFA ADDARINY -

 


selamat-idul-fitri-


 


BERHARI RAYA BERSAMA NABI -shollallohu alaihi wasallam-


BY MUSYAFFA ADDARINY - JULI, 22ND 2014


Segala puji bagi Allah atas seluruh karunia-Nya, Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang baik hingga hari kiamat.


Hari Raya Idul Fitri sudah di depan mata, Kaum Muslimin tentunya akan sangat berbahagia menyambutnya. Bukan bahagia karena dorongan dunia yang fana, namun mereka bahagia karena dapat menyelesaikan ibadah puasa yang agung dengan sebaik-baiknya, mereka bahagia karena janji Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:


“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari-Nya; niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”. [Shohih Bukhori: 38, dan Shohih Muslim: 760]. Dan “Barangsiapa sholat di (malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari-Nya; niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”. [Shohih Bukhori: 37, dan Shohih Muslim: 759].


Sehingga tidak pantas bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah puasa dan tidak menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah, untuk berbahagia di hari raya Umat Islam ini, sebaliknya harusnya mereka berduka; karena mereka telah kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan ampunan-Nya, bahkan mereka mendapatkan ancaman siksa yang sangat pedih, sebagaimana dikisahkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:


“Kemudian (dalam mimpiku) malaikat itu mengajakku berjalan, tiba-tiba aku bertemu dengan sekelompok orang yang digantung di bagian urat tumitnya sedang sisi-sisi mulutnya terkoyak berlumuran darah, aku pun bertanya: ‘Siapakah mereka?’, malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum selesai puasanya’.” [Shohih Ibnu Khuzaimah: 1986].


Kita semua berharap, semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kemenangan dalam bulan Ramadhan ini, bukan orang yang merugi di dalamnya. Amin.


Dan alangkah indahnya, bila kita lengkapi kemenangan di bulan Ramadhan ini dengan berhari raya bersama Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Bagaimana caranya? Yaitu; dengan menyambut hari lebaran ini sebagaimana dituntunkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, sehingga seakan-akan beliau masih hidup di tengah-tengah kita.


Beberapa tuntunan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dalam berhari-raya Idul Fitri.


Agar kemeriahan dalam menyambut hari raya tidak melampui batas-batas syariat, maka cara yang paling tepat dan ideal adalah dengan mengikuti petunjuk Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, karena tidak ada petunjuk yang lebih baik melebihi petunjuknya. Dan berikut ini beberapa petunjuk dan sunnah beliau dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri:


1. Banyak bertakbir, bertahlil, dan bertahmid.


Bagi kaum lelaki; amalan ini disunnahkan untuk dikeraskan. Ibnu Umar -rodhiallohu anhuma- menuturkan:


“Bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- dahulu ketika keluar untuk sholat dua Ied, beliau mengeraskan suaranya dengan bacaan tahlil dan takbir”. [HR. Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman: 3441, dinilai hasan oleh Syeikh Albani].


Amalan ini dimulai dari terlihatnya hilal Bulan Syawwal atau berakhirnya Bulan Ramadhan, sebagaimana dinyatakan Allah ta’ala dalam ayat-Nya (yang artinya):


“Karena itu, barangsiapa diantara kalian ada di bulan (ramadhan) itu, maka berpuasalah… Dan hendaklah kalian melengkapkan bilangannya dan bertakbir (mengagungkan) Allah sesuai petunjuk yang diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur”. [Al-Baqoroh: 185].


Imam Syafi’i -rohimahulloh- mengatakan: Aku telah mendengar dari seorang ahli tafsir qur’an yang kuridhoi mengatakan (dalam menafsirkan ayat di atas): “Hendaklah kalian melengkapkan bilangan puasa bulan Ramadhan, dan bertakbir mengagungkan Allah ketika bulan tersebut lengkap, sesuai petunjuk yang Allah berikan kepada kalian, dan lengkapnya bulan tersebut adalah dengan terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan ramadhan”. [Al-Umm: 1/264].


Dan sunnahnya amalan ini berakhir saat dimulainya Sholat Ied, Azzuhri mengatakan:


“Beliau -shollallohu alaihi wasallam- dahulu selalu keluar pada hari raya Idul Fitri, maka beliau bertakbir hingga sampai ke tempat sholat, dan sampai dilaksanakan sholat, lalu jika beliau telah menyelesaikan sholat tersebut beliau memutus takbirnya”. [Silsilah Shohihah: 171].


Diantara contoh rangkaian bacaan takbir, tahlil, tahmid tersebut adalah:


“Allohu Akbar, Allohu Akbar, Laa Ilaaha Illalloh, Wallohu Akbar, Allohu Akbar, Wa Lillaahil Hamd. [Irwa'ul Gholil: 3/125].


Adapun bagi perempuan, maka tuntunannya adalah dengan melirihkan suaranya.


2. Mandi saat akan berangkat untuk sholat Ied.


Dahulu Ibnu Umar -rodhiallohu anhuma- selalu mandi untuk dua sholat Ied, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah -rohimahulloh- dengan sanad yang shohih. [Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah: 5773, 5775]. Dan sebagaimana telah maklum bahwa Ibnu Umar -rodhiallohu anhuma- termasuk diantara sahabat yang paling semangat menerapkan sunnah Nabi -shollallohu alaihi wasallam-.


3. Memakai pakaian yang paling baik, dan menggunakan wewangian bagi lelaki.


Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan: “Dahulu Beliau -shollallohu alaihi wasallam- pada dua hari raya memakai bajunya yang paling bagus”. [Zadul Ma'ad: 1/425].


Keterangan ini selaras dengan penuturan Ibnu Abbas -rodhiallohu anhuma-:


“Bahwa Beliau -shollallohu alaihi wasallam- dahulu pada saat hari raya mengenakan pakaian bergaris warna merah”. [Silsilah Shohihah: 1279].


Nafi -rohimahulloh- menuturkan: “Bahwa dahulu Ibnu Umar pada saat dua hari raya memakai baju yang paling bagus yang dimilikinya”. [Sunan Kubro lil Baihaqi: 6143, Ibnu Rojab mengatakan: sanadnya shohih].


Imam Malik -rohimahulloh- mengatakan: “Aku telah mendengar para ulama menganjurkan memakai wewangian dan perhiasan pada setiap hari raya”. [Al-Mughni Libni Qudamah: 2/274]. Maka hendaknya kaum muslimin menerapkan sunnah ini.


Adapun bagi Kaum Muslimat, maka harusnya mereka menjauhi berhias dan wewangian saat mereka keluar ke tempat sholat, karena bagi mereka hal tersebut merupakan larangan Syariat Islam yang mulia. Sungguh tujuan mereka keluar adalah untuk ibadah, bukan untuk yang lainnya, maka jangan sampai niat suci tersebut ternodai dengan hal-hal yang melanggar syariat.


4. Makan dahulu sebelum berangkat sholat, meski hanya sedikit.


Hal ini sebagaimana penuturan Anas bin Malik -rodhiallohu anhu-:


“Dahulu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- tidak berangkat (sholat) pada hari idul fitri sehingga beliau memakan beberapa kurma… dan beliau memakannya dalam jumlah yang ganjil”. [HR. Bukhori: 953].


5. Berangkat dengan berjalan kaki.


Tentunya hal ini bila dimungkinkan, karena dengan berjalan suasana kemeriahan idul fitri akan bisa lebih dirasakan dan dilihat. Ibnu Umar -rodhiallohu anhuma- menuturkan bahwa:


“Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dahulu keluar untuk (Sholat) Ied dengan berjalan kaki, dan pulangnya juga dengan berjalan kaki”. [HR. Ibnu Majah: 1295, dihasankan oleh Syeikh Albani]


6. Zakat fitrah sebelum sholat Ied.


Ini mungkin salah satu sunnah yang sudah jarang dilakukan di daerah kita, dan hendaknya kita -sebagai Pecinta Nabi dan sunnahnya- semangat menghidupkan sunnah ini kembali. Ibnu Umar -rodhiallohu anhuma- menuturkan bahwa:


“Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- dahulu memerintahkan untuk mengeluarkan zakat (fitri) sebelum berangkat ke tempat sholat pada hari idul fitri”. [HR. At Tirmidzi: 677 dan yang lainnya, dan Syeikh Albani menilai hadits ini hasan shohih].


7. Keluarnya kaum wanita (meski sedang haidh) dan anak-anak ke tempat sholat.


Ini juga salah satu sunnah yang hampir hilang di banyak daerah, dan harusnya kita lestarikan kembali, sebagaimana dahulu diperintahkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Ummu Athiyah -rodhiallohu anha- mengatakan:


“Kami (kaum wanita) telah diperintah untuk keluar (menuju tempat sholat Ied), dan mengeluarkan mereka yang sedang haidh, budak-budak wanita yang sudah baligh, dan kaum wanita yang telah dipingit. Adapun mereka yang sedang haidh; mereka menyaksikan jama’ah kaum muslimin dan doa mereka, dengan posisi yang menjauh dari tempat sholat”. [HR. Bukhori: 981].


Ibnu Abbas -rodhiallohu anhuma- juga mengatakan:


“Dahulu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- memerintahkan putri-putri dan isteri-isteri beliau untuk keluar (sholat) pada dua hari raya”. [HR. Ahmad: 2054, shohih]


8. Sholat Ied di tempat yang lapang, beliau tidak pernah satu kalipun sholat ied di masjidnya.


Banyak dari Kaum Muslimin yang mengadakan Sholat Ied di masjid, memang hal tersebut dibolehkan, namun yang lebih utama adalah memilih tempat yang lapang dan terbuka sebagaimana selalu Beliau lakukan semasa hidupnya -shollallohu alaihi wasallam-, begitu pula dilakukan para imam setelah beliau, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm: [1/267].


Abu Sa’id Al Khudri -rodhiallohu anhu- mengatakan:


“Dahulu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pada hari Idul Fitri dan Idul Adha selalu keluar ke tempat sholat (yang berupa tanah lapang)”. [HR. Bukhori: 956].


9. Sholat tanpa adzan dan iqomat, lalu berkhutbah.


Hal ini sebagaimana disebutkan oleh banyak sahabat, diantaranya penuturan Jabir bin Abdulloh -rodhiallohu anhuma-:


“Aku telah hadir menyaksikan sholat di hari raya bersama Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, dan beliau memulainya dengan sholat sebelum berkhutbah, dengan tanpa adzan dan tanpa iqomat”. [HR. Muslim: 885].


10. Pulang dari sholat id dengan memilih jalan yang berbeda dengan jalannya saat berangkat.


Hal ini berdasarkan penuturan Sahabat Jabir -rodhiallohu anhu-:


“Dahulu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- jika hari raya menjadikan rute jalannya berbeda”. [HR. Bukhori: 986].


Diantara hikmah dari sunnah ini adalah agar Syiar Islam tampak di semua jalan, dan kemeriahan hari raya Islam semakin terlihat. [Fathul Bari: 2/473].


11. Sholat sunat dua rekaat sesampainya di rumah.


Mungkin sunnah ini yang paling jarang dilakukan, karena biasanya setelah sampai di rumah, biasanya langsung tersibukkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan hari raya, padahal Sahabat Abu Said Al Khudri -rodhiallohu anhu- menuturkan:


“Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dahulu tidak melakukan sholat apapun sebelum sholat Ied, lalu jika beliau pulang ke rumah, beliau sholat dua rokaat”. [HR. Ibnu Majah: 1293, dihasankan oleh Alhafizh Ibnu Hajar].


12. Bertukar ucapan selamat.


Merupakan sesuatu yang dianjurkan saat hari raya; bertukar ucapan selamat dan doa kebaikan, misalnya dengan mengatakan: Selamat Idul Fitri, atau Selamat berhari raya, atau semoga Allah menerima amal kita semua, atau semoga mendapat kemenangan, atau semoga kembali bersih dari dosa, atau dengan ucapan-ucapan kebaikan lainnya.


Muhammad bin Ziyad menuturkan: Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan para Sahabat Nabi yang lainnya, maka dahulu bila mereka pulang (dari sholat Ied), mereka saling mengucapkan satu sama lainnya: “Taqobbalallohu minna wa minkum” (semoga Allah menerima amal kita dan kalian). [Imam Ahmad mengatakan: sanadnya baik, lihat: Tamamul Minnah: 1/355-356].


Tentunya bertukar ucapan selamat ini melazimkan adanya saling silaturrahim antar keluarga dan tetangga. Dan alangkah baiknya bila kegiatan silaturrahim ini diselingi dengan perbincangan menanyakan keadaan mereka, membahagiakan mereka, membantu yang kekurangan dengan hadiah, atau sedekah, atau zakat, sehingga tali ukhuwwah fillah semakin terjalin dengan kuat, wallohu a’lam.


13. Menampakkan kegembiraan dengan hal-hal yang dibolehkan.


Hari raya sebuah umat adalah momen untuk berbahagia, begitu pula dengan hari raya idul fitri ini, hendaklah Umat Islam menampakkan kebahagiaan di hari itu, dan berusaha membahagiakan orang-orang di sekitarnya. Hal ini tersirat dari syariat zakat fitri yang khusus diperuntukkan bagi fakir miskin di hari itu, tidak lain agar mereka merasa cukup, bahagia, dan tidak sibuk memikirkan kebutuhan hidup mereka di hari itu.


Pertunjukan permainan, tarian yang baik, dan mengumandangkan nasyid; merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang pernah dilakukan di hari raya zaman Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Kita bisa melihat hal tersebut dari riwayat-riwayat berikut ini:


Aisyah menuturkan: Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah masuk menemuiku, dan di sisiku ada dua budak wanita kecil yang sedang menyanyi dengan nyanyian ‘perang bu’ats’, maka beliau berbaring di atas kasur dan mengalihkan wajahnya. Lalu masuklah Abu Bakar, dan dia menghardikku dengan mengatakan: Apakah nyanyian setan di sisi Nabi -shollallohu alaihi wasallam-?! Maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menghampirinya seraya mengatakan: Biarkanlah mereka berdua! [HR. Bukhori: 949, Muslim: 892]. Dalam riwayat lain beliau mengatakan: “Wahai Abu Bakar, sungguh setiap kaum itu memiliki hari raya, dan ini hari raya kita”. [HR. Bukhori: 952, Muslim: 892].


Setelah Abu Bakar -rodhiallohu anhu- menghardik putrinya Aisyah sedang Rosululloh membelanya; maka ketika Abu Bakar lengah, Aisyah memberi isyarat kepada kedua budak wanita kecil itu dan akhirnya keduanya keluar. Kejadian itu pada hari raya, orang-orang yang berkulit hitam sedang bermain dengan tameng-tameng dari kulit dan tombak-tombak. Ketika itu aku meminta kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- atau malah beliau yang mengatakan kepadaku: “Kamu ingin melihat mereka?” kujawab: “Ya”, maka beliau memberdirikanku di belakangnya, pipiku berada di pipi beliau, dan beliau mengatakan kepada mereka: “Teruslah kalian bermain dengan permainan ini wahai Bani Arfidah!”. [HR. Bukhori: 950, Muslim: 892].


Dalam hadits lain Aisyah -rodhiallohu anha- menuturkan:


Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah duduk, lalu kami mendengar suara ramai dan teriakan anak-anak kecil, maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- berdiri, ternyata ada anak perempuan dari Habasyah yang menari sedang anak-anak lelaki di sekitarnya, maka beliau mengatakan: “Wahai Aisyah, kesini dan lihatlah”. Maka aku pun datang dan aku meletakkan janggutku di atas pundak Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, dan aku melihat anak perempuan itu diantara pundak dan kepala beliau. [HR. At-Tirmidzi: 3691, dishohihkan oleh Syeikh Albani].


Tentunya yang dibolehkan di sini adalah hiburan yang mendidik, atau minimal hiburan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, seperti: musik, buka aurat, ikhtilath, minum khomr, dan seterusnya, wallohul mustaan.


Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi kaum muslimin semuanya. Akhirnya kami tutup tulisan ini dengan sholawat dan salam kepada Nabi beserta keluarga beliau, para sahabat beliau, dan para pengikut mereka yang baik hingga hari kiamat. Walhamdulillahi robbil alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar